Olimpiade London 1908 menyimpan cerita marathon yang nggak akan pernah dilupakan. Dorando Pietri, pelari Italia, sempat memimpin lomba dan jadi orang pertama yang masuk stadion. Tapi di sisa 350 meter terakhir, tubuhnya mulai tumbang. Dia jatuh lima kali, disorientasi, bahkan sempat dibantu ofisial untuk berdiri. Akibatnya, Pietri didiskualifikasi.
Tapi semangatnya menyentuh banyak orang, termasuk Ratu Alexandra, yang menghadiahinya piala emas sebagai bentuk apresiasi atas perjuangannya.
Ketahanan Tubuh dan Mental di Batas Maksimal
Menurut Smith (2011), salah satu faktor utama yang membuat Pietri kolaps adalah panas ekstrem dan kurangnya strategi hidrasi—hal yang lumrah di awal abad ke-20. Ini disebut sebagai “exertional collapse”, di mana tubuh nggak lagi sanggup mengatur suhu dan energi dengan baik.
Studi ini menyoroti bagaimana tubuh manusia, meski telah terlatih, tetap bisa goyah jika dihadapkan pada tekanan suhu dan jarak yang ekstrem tanpa dukungan nutrisi dan hidrasi yang cukup.
Lebih dari Sekadar Kekalahan
Walau secara resmi kalah, Pietri jadi ikon tentang ketekunan dan semangat olahraga. Moesch et al. (2015) bahkan menyebut kasus ini sebagai “symbolic victory”—di mana nilai dari perjuangan lebih besar dari sekadar medali.
Menurut Moesch, nilai-nilai seperti determinasi dan pengakuan sosial kadang lebih berdampak dibanding capaian fisik semata.
Kesimpulan
Dorando Pietri tidak memenangkan medali emas, tapi ia menorehkan sejarah sebagai simbol ketekunan dan semangat kompetitif. Ceritanya membuktikan bahwa dalam olahraga, makna kemenangan sering kali melampaui sekadar hasil akhir.
Referensi:
- Smith, D. J. (2011). “Exertional collapse and historical marathon fatigue: The case of Dorando Pietri.” Journal of Sport History, 38(1), 27–45.
- Moesch, K., et al. (2015). “What makes athletes persist: A study of symbolic victory in historical sports.” International Journal of Sport Psychology, 46(6), 594–612.